Minggu, 04 November 2018

    

Puncak Darma nan Kirana di Geopark Ciletuh

Puncak Darma, Kecamatan Ciemas, kabupaten Sukabumi yang termasuk kawasan Geopark Ciletuh/DUDI SUGANDI/PR
KETIADAAN areal parkir memadai di pos awal pendakian sudah mengindikasikan bahwa medan yang akan kami tempuh untuk sampai ke Puncak Darma terjal dan sulit. Puncak Darma merupakan objek wisata bagian dari Geopark Ciletuh yang berada di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi.
Rombongan kami teridiri atas jurnalis, blogger, agen pariwisata, dan ilmuwan yang diundang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat untuk menggali potensi wisata di Geopark Ciletuh.
Dalam rencana awal, sejatinya, kami dijadwalkan naik ke Puncak Darma menjelang petang untuk menghabiskan waktu memandangi langit senja. Namun, apa lacur, mesin perahu yang kami tumpangi saat menjelajah sejumlah pulau di Teluk Ciletuh mati di lepas pantai. Alhasil, kami menghabiskan waktu lebih lama untuk kembali ke daratan. Insiden itu memberantakkan rangkaian acara.
Demi membunuh rasa penasaran, kami mengagendakan ulang naik ke Puncak Darma keesokan harinya. Pukul 4 dini hari, rombongan kembali ke sana dari Ujunggenteng.
Hujan semalam membuat jalanan berbatu menuju puncak benar-benar licin. Beberapa anggota rombongan bahkan terjatuh dan terluka karena sepeda motor ojek yang mereka tumpangi tergelincir. Sebagian kecil lainnya memutuskan menyelesaikan separuh perjalanan dengan berjalan kaki demi menghindari risiko celaka.
Di bebatuan, terdapat jejak angka-angka yang ditulis menggunakan cat. Itu penanda bahwa pengukuran jalan baru saja dirampungkan beberapa waktu lalu. Artinya, tidak lama lagi, akses ke puncak akan jauh lebih mudah dengan jalan yang bersahabat.
Akan tetapi, jika boleh memberi masukan, sebaiknya tidak perlulah jalan dipermak hingga mulus. Biarkan tetap alami, cukup dengan tambahan perangkat keselamatan. Setidaknya, hal itu akan bisa membatasi jumlah pengunjung agar tidak terlalu membeludak dan mengubah Puncak Darma menjadi pasar swafoto. Hanya mereka yang benar-benar ingin melihat emperan surgalah yang mau berjuang keras menuju puncak.
Beruntung, kami masih sempat menikmati pemandangan matahari yang terbit dari balik perbukitan di Puncak Darma. Di tepian tebing curam, beberapa orang silih berganti berfoto. Beberapa lainnya duduk-duduk santai di kursi bambu sambil menikmati kopi dan teh hangat melepas lelah.
Matahari pagi mengintip dari balik bukit di Puncak Darma
”Sejak dua tahun belakangan, mulai banyak wisatawan yang berkemah di Puncak Darma. Ojek juga siap siaga meng­antar 24 jam. Sebelumnya, hampir tidak ada orang yang datang ke puncak karena cuma ada ilalang dan sedikit kebun warga di sana, tapi sekarang sudah ada warung dan bengkel kecil-kecilan,” kata Dadan, warga setempat.
Dari puncak yang berada di ujung utara, Teluk Ciletuh dengan Pantai Palangpangnya tampak memesona. Pulau-pulau kecil yang kami kunjungi sehari sebelumnya terlihat kian mungil membentang jauh ke selatan. Bisa dibilang, sungguh belum lengkap datang ke Geopark Ciletuh jika belum ke Puncak Darma.
Puncak Darma menjadi semacam tribun penonton dari amfiteater, selain Panenjoan. Di sela-sela kunjungan ke Geo­park Ciletuh, saya berbincang dengan guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, Setiawan Sabana, yang juga bagian dari rombongan.
Menurut dia, istilah amfiteater merujuk pada hasil karya cipta manusia berupa arena pertunjukan terbuka yang didesain untuk menghasilkan akustik yang baik. Amfiteater biasanya berbentuk lingkaran, oval, atau setengah lingkaran.
Jika diperhatikan, kecuali bentang alam berupa tebing dan pantai yang bentuknya setengah lingkaran mirip amfiteater, barisan tebing di Ciletuh itu tidak ada kaitannya dengan akustik.
Puncak Darma Geopark Ciletuh difoto dari titik paling ujung yang bisa diakses wisatawan
”Saya pernah beberapa kali melihat amfiteater, seperti di Turki. Alam di Ciletuh ini mirip amfiteater, tapi sebaiknya disebut amfiteater alam atau amfiteater alami supaya tidak menimbulkan kebingungan,” katanya.
Setelah puas menikmati panorama di Puncak Darma, wisatawan bisa turun dan bermandi buih dengan mampir mene­ngok Curug Cimarinjung yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari area parkir pos awal pendakian. Tebing setengah lingkaran dan batuan besar berundak-undak menyempurnakan keindahan air terjun setinggi sekitar 50 meter itu.
Curug Cimarinjung adalah salah satu dari lima curug andalan di Geopark Ciletuh selain Curug Awang, Curug Puncak Manik, Curug Cikanteh, dan Curug Sodong. Seandainya kami punya waktu kunjungan lebih lama di Ciletuh, tentu kelimanya akan didatangi. Apalagi, semuanya punya karakteristik dan keistimewaan berbeda.***

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

10 top makanan disukabumi

About

Popular Posts

Blog Archive