Minggu, 04 November 2018

Hulu sungai Cikaluwung terletak di wilayah Gunung Sumbel. Alirannya mengalir hingga sejauh delapan kilometer ke arah barat daya. Curug Seribu, yang menjadi salah satu obyek wisata alam di kawasan Gunung Salak, aliran airnya berasal dari sungai Cikaluwung ini. Lebar sungai ini bervariasi, antara tiga hingga tujuh meter.

Meskipun Kawah Ratu ini masih aktif, tapi tak mengganggu kehidupan vegetasi tanaman di kawasan itu. Beberapa jenis tumbuhan
ternyata masih dapat hidup, di antaranya adalah tanaman Romogiling (Sceferra actinophylla). Ujung daunnya berbentuk agak bulat. Vegetasi ini merupakan tanaman yang dominan menghiasi kawah. Sedangkan beberapa pohon berkayu lainnya tampak mati akibat hangus terbakar oleh aktivitas kawah. Dan sebagai bagian dari kawasan hutan alam Gunung Salak, Kawah Ratu pun tergolong sebagai hutan heterogen. Sehingga kesejukan udara alamnya sangat terasa.

Namun, sangat disayangkan bila pengelolaan aset alami ini tak serius. Faktanya, Kawah ratu terkesan ditelantarkan. Ini terlihat dari begitu banyaknya sampah yang berserakan di sekitar kawasan Kawah Ratu. Bahkan, papan informasi yang bertuliskan ”Dilarang Berkemah di Areal Kawah” pun tak luput dari coretan tangan jahil para pengunjung. Begitu pula nasib batu-batu kali yang terdapat di pinggir Sungai Cikaluwung. Akibatnya, keindahan alam yang — seharusnya — mampu memukau hati pengunjung tampak suram.

Ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola kawasan Kawah Ratu sebagai obyek wisata juga tampak dari tiadanya panduan tentang kawah tersebut. Padahal, setiap pengujung yang ingin memasuki wilayah ini harus merogoh kantungnya untuk membayar retribusi. Untuk naik ke kawah misalnya, setiap pengunjung dikenai biaya Rp 4.000. Tarif ini terdiri dari biaya untuk kunjungan ke Cidahu sebesar Rp 2.000. Dan ditambah biaya kemping Rp 2.000 per malam. Asumsi petugas, setiap pengunjung yang naik ke kawah dipastikan langsung mendirikan tenda.

Akibat tak adanya panduan tersebut, informasi perihal asal-usul Kawah Ratu menjadi pun jadi tak jelas. Padahal, informasi seperti ini sangat efektif untuk menyedot pengunjung yang lebih banyak lagi, seperti yang dilakukan pengelola wisata alam lainnya di Tangkuban Perahu, Lembang, Jawa Barat.

Menurut Mawi, seorang petugas jaga di Bumi Perkemahan Cangkuang, petugas di sana pun tidak mengetahui asal-usul Kawah Ratu ini. Malah mereka pun mengalami banyak kesulitan dalam menertibkan perilaku para pengunjung yang bertangan jahil.

”Biasanya kami selalu memberikan imbauan ketika mereka ingin berkemah atau naik ke kawah. Kami selalu mengingatkan mereka agar tidak mencoret-coret atau camping di sekitar kawah. Tapi kalau mereka tetap tidak mau dengar, kami pun susah untuk menindaknya,” keluhnya.

Pengunjung Kawah Ratu, menurut Mawi, memang tak dapat dipastikan jumlahnya. ”Tetapi kalau pas lagi hari libur atau Sabtu-Minggu, pengunjung banyak yang datang,” katanya.

Menurut Mawi, terdapat tiga jalur yang bisa dilalui pengunjung untuk dapat mencapai kawasan Kawah Ratu. Dua jalur dapat ditempuh dari Kabupaten Bogor yang terletak di sebelah utara Gunung Salak, yaitu Pasir Reungit dan Bumi Perkemahan Gunung Bunder. Sedangkan jalur linnya dapat ditempuh melalui Bumi Perkemahan Cangkuang, Cidahu, Kabupaten Sukabumi, di sebelah selatan Gunung Salak.

Untuk masuk dari Kabupaten Bogor, Anda dapat manempuhnya dari Simpang Cibatok. Selanjutnya Anda dapat naik angkutan umum yang siap mengantar Anda sampai ke Pasir Reungit atau Gunung Bunder. Sedangkan, jika Anda ingin menuju Cidahu dengan kendaraan umum, Anda dapat berhenti di Simpang Cidahu. Dari sana Anda dapat naik angkutan umum sampai terminal, dan melanjutkan perjalanan ke Bumi Perkemahan Cangkuang dengan jasa ojek.

Pada jalur pertama, melalui Pasir Reungit, jarak dan waktu tempuhnya tak seberat melalui Gunung Bunder atau Cidahu. Jarak antara Pasir Reungit-Kawah Ratu sekitar empat kilometer dan dapat ditempuh jalan kaki selama dua jam. Sementara, melalui jalur Gunung Bunder dan Cidahu, jarak yang harus ditempuh sejauh enam kilometer dengan waktu tempuh selama tiga jam jalan kaki.

Bila Anda adalah orang yang menyukai petualangan alam, jalur Cidahu mungkin adalah yang terbaik. Pasalnya, sambil naik-turun lembah, Anda dapat menikmati indahnya alam pegunungan di kawasan ini. Beberapa lintasannya bahkan akan memaksa Anda untuk menaiki akar-akar yang menjurai di jalan setapak yang lebarnya hanya semeter ini. Namun, dengan beratnya trek yang dilalui, ternyata tempat ini sangat memberikan keindahan suasana hutan Gunung Salak yang begitu indah.

Di sini Anda akan banyak menemui aliran-aliran sungai yang terkadang airnya menggenangi trek yang Anda lalui. Kicau burung, denyit serangga, dan suara monyet hutan, masih kerap terdengar, bila Anda memilih jalur Cidahu ini. Sementara, jalur Gunung Bunder pada prinsipnya hampir sama dengan jalur yang dilalui melalui Pasir Reungit. Sebab pada kilometer ketiga dari Gunung Bunder, jalur ini akan bertemu di persimpangan jalur Pasir Reungit.

Berhati-hatilah terhadap pacet. Sebab, seperti layaknya kawasan wisata alam Gunung Salak, kawasan Kawah Ratu ini juga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan jenis lintah yang seringkali menempel ke bagian tubuh Anda ini. Jika tidak selalu rutin memeriksa tubuh, tak mustahil Anda bakal jadi sasaran pacet-pacet yang menempel dan menghisap darah. Untuk itu, ada baiknya Anda membawa tembakau untuk mengatasi serangan pacet ini

sumber : stapala.com


Terimakasih kamu sudah membaca artikel  , semoga bermanfaat dan salam hangat dari saya. Apabila ada yang ditanyakan silahkan tuliskan di komentar, dan apabila ingin membantu mempublikasikan pesona keindahan di Sukabumi, silahkan share artike-artikel di website ini. Kamu juga diperkenankan untuk memposting ulang selama menyertakan sumber asli dari website ini.

Informasi dan Pemasangan Iklan :
Email Admin : ruswan@ummi.ac.id 
Facebook : Kang Ruswan 

Topik Terkait :
Apakah anda suka dengan artikel ini? 

Posting Komentar


0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

10 top makanan disukabumi

About

Popular Posts

Blog Archive